Wednesday, March 16, 2016

Menghadapi Perlawanan Anak


Apakah ayah-bunda / papa-mama / bapak-ibu / abah-umi maupun pasangan orang tua dengan sebutan yang lain pernah mengalami kejadian seperti ini :

Ortu : Nak, bisa segera mengerjakan PR kah?
Anak : PRnya gampang kok, dikerjain barang setengah jam juga selesai.

Ortu : Lalu kenapa tidak segera dikerjakan sekarang?
Anak : Ntar, nanggung nih lagi main game, kurang 1 level lagi aku menang.

Contoh percakapan di atas tidak mutlak seperti itu kejadiannya. Intinya tentang usaha anak untuk menegosiasikan sesuatu dengan orang tuanya. Anak-anak sebenarnya mulai usia dini sudah melakukan tindakan yang mengarah pada keberhasilannya mendapatkan apa yang diinginkan. Menangis salah satunya. Kebanyakan orang tua akan tunduk kepada keinginan anaknya saat si kecil menangis.

Sebagai orang tua, wajar saja bila kita sedih saat melihat anak kita menangis ataupun merajuk di kala keinginannya tak terpenuhi. Banyak faktor yang membuat kita tidak bisa memenuhi harapan anak-anak kita, mulai dari faktor ekonomi yang tidak mendukung, atau pertimbangan urgensi barang yang diminta di saat itu.

Merasa jahat banget kan ya ke anak saat kita tidak meloloskan permintaannya?

Secara naluriah, rasa bersalah itu akan ada. Misalnya nih, anak minta mainan yang kebetulan memang mahal sekali harganya. Kita sudah bernegosiasi dengan anak untuk mengganti mainan tersebut dengan jenis lain yang lebih terjangkau harganya, namun apa yang terjadi? Si anak tetap kecewa, sedih, bahkan tak jarang sampai ke taraf tantrum di usia tertentu. Duh, gimana coba?

Semakin anak kita besar, maka makin kompleks permasalahan seputar 'negosiasi' yang akan dihadapi oleh orang tua. Sebenarnya tak hanya kepada anak kita saja sih, seringnya dengan teman pun kita menghadapi permasalahan ini. Aku punya pengalaman unik bersama dengan teman-teman dunia mayaku di dalam satu grup whatsapp. Kami yang rata-rata sudah berkeluarga dan memiliki sederet buntut, sedang memberi masukan soal percintaan kepada salah seorang anggota grup yang kebetulan masih single. Sebut sajalah namanya Silvi (memang nama sebenarnya). Anak ini sepertinya manut-manut saja dengan saran dari emak-emak lainnya. Bahagia dong tentunya kita kalau nasehatnya dituruti ya kan? Tapi ternyata, si imut cantik ini punya pendirian yang berbeda. Tanpa melakukan perlawanan secara verbal, dia telah menunjukkan dengan jelas bahwa apa yang dipandang orang lain sebagai hal yang lebih baik, belum tentu bagi dirinya hal itu tepat untuk diterapkan.

Nah, yang seperti ini juga sering kualami dengan anak-anakku, apalagi kini mereka sudah semakin besar. Si Kakak sudah hampir masuk SMP, dan hampir segala 'titah' emaknya didebat. Phewww banget kaaaan.... Namun memang tahapan power struggle tidak bisa lepas dari perkembangan psikologis anak.

“Remember, when you engage in an argument with your child, you’re just giving him/her more power.” 

Quote di atas kubaca di salah satu website parenting www.empoweringparents.com saat mencari tau berbagai informasi terkait dengan tips-tips mengatasi perilaku anak. Di situ dijelaskan, saat kita membuka front untuk berdebat dengan anak kita, saat itu lah si anak akan terus bernegosiasi dengan kita. Yang paling ideal memang duduk bersama, saling berbagi pendapat dan kesepakatan dengan cara damai, hingga akhirnya ada titik temu yang melegakan masing-masing pihak.

Sebenarnya kemampuan anak bernegosiasi ini ada pengaruhnya juga terhadap kemampuannya di masa yang akan datang. Anak akan belajar bagaimana cara memecahkan masalah. Untuk itulah sebagai orang tua, kita sudah selayaknya membantu anak kita untuk mendapatkan pemahaman yang tepat tentang langkah-langkah menyelesaikan masalah yang benar. Benar yang tidak asal ngeyel, namun benar yang dampaknya baik bagi semua orang.

Bagi orang tua yang anaknya terus melakukan perlawanan, ada 3 hal yang bisa dlakukan :
  1. Hindari pertengkaran. Tidak semua kesempatan anak untuk melawan perlu kita hadapi dengan perdebatan panjang. Semakin lama kita berdebat dengan anak, maka anak akan mengasumsikan mereka punya bargaining power yang kuat atas orang tuanya. Nanti lambat laun mereka akan berpikir bahwa setelah berdebat lama dan akhirnya orang tua menyerah, maka jalan seperti inilah yang pantas mereka tempuh di kemudian hari dalam menyelesaikan masalah. "You can just declare victory and walk away". Contohnya seperti percakapan di atas, saat anak ngeyel untuk terus main game sedangkan jam belajar telah tiba, kita bisa menghindari pertengkaran dengan mengatakan "Kita telah membahas ini berulang-ulang, Nak, saat jam belajar tiba, no games at all." Kita minta gadgetnya, simpan, dan meninggalkan anak kita di kamar untuk menyelesaikan tanggung jawabnya. Kejam? Buatku sih tidak. Bahkan negosiasi antar negara yang telah terjadi berulang-ulang pun butuh kepastian kan, kenapa kita tidak memberi kepastian ke anak kita tentang mana yang pantas dan mana yang tidak pantas.
  2. Berikan pilihan kepada anak. Seiring dengan perkembangan usia, sudah sebaiknya anak diberi tanggung jawab tertentu dan kesempatan untuk menentukan pilihan. Misalnya soal jam belajar tadi. Sejak awal kita bisa bersama-sama menyepakati bahwa "Waktu bermain itu 1 jam setelah pulang sekolah, dan 2 jam setelah sholat Ashar. Untuk hari Minggu dan libur, enaknya waktu bermain dari jam berapa sampai jam berapa ya?" Dengan begitu, kita mulai mengajarkan kepada anak untuk mengambil keputusan tertentu yang berkaitan dengan waktu bermainnya. Hal ini berkaitan juga loh dengan kemampuan problem solving-nya di kemudian hari. Anak yang sudah pede mengambil keputusan karena telah memikirkan baik buruknya, di waktu yang lain pun akan terbiasa memutuskan sesuatu berdasarkan pola pikir yang sama.
  3. Menumbuhkan rasa tanggung jawab pada anak. Seperti yang telah dijabarkan pada poin 2, kita terus berusaha meningkatkan kemampuan anak. Yang tak kalah pentingnya adalah menumbuhkan rasa tanggung jawab pada diri anak kita. Bila berbuat seperti ini maka hasilnya akan seperti ini. Misalnya ya, saat anak ngotot tak mau tidur pada pukul 21.00 dan kemudian besoknya dia bangun terlambat, kita bisa mengatakan kepadanya bila tidak mau tidur pukul 21.00 maka jam tidur akan dipercepat menjadi pukul 20.00. Bila anak menganggap ini masih terlalu awal, kita bisa minta pembuktian kepada dia apakah dalam seminggu ke depan dia bisa bangun pagi dengan pola tidurnya yang kemalaman itu? Bila ternyata dia tidak bisa membuktikannya, maka keputusan untuk tidur lebih awal dari pukul 21.00 harus dijalankan. 
Susah juga ya jadi orang tua? Hehehee... sebenarnya tidak juga. Menjadi orang tua adalah belajar seumur hidup kepada anak. Bagaimana kita meng-handle mereka nantinya akan menentukan ke arah mana anak kita akan melaju.

Kakak dan Adek yang juga sering bernegosiasi dengan ayah-ibunya ;)


Yang paling ideal sih sebenarnya tidak harus bertengkar ataupun berdebat dengan anak. Duduk bersama dengan anak, saling berbagi rasa dan bercakap-cakap layaknya sahabat. Kita bisa berbincang-bincang tentang sesuatu yang mereka inginkan namun dalam pandangan kita tidak pantas. Dibahas bersama, jika seperti ini maka nanti efeknya akan begitu, demikian juga sebaliknya.

Teknik bernegosiasi pada anak (entah itu melalui ungkapan pendapat secara halus maupun dengan cara ngotot) sebenarnya proses yang pasti dilalui setiap anak berkaitan dengan usaha pertahanan diri. Nah, maka di situlah pentingnya orang tua mengajarkan tentang pertahanan diri sekaligus penyelesaian masalah yang tidak merugikan orang lain maupun diri si anak sendiri.

Happy parenting ya dads and moms....



* Referensi bacaan : empoweringparents.com

14 comments:

  1. Owh jadi anakku yg umur 3,5 tahun itu pandai negosiasi -_-"
    Seringnya jatuh ke emak ngomel huhuhu

    ReplyDelete
  2. Nah ini yang susah, negosiasi dengan anak.
    Seringnya mamanya yang kalah negosiasi hehehe.
    Catet dulu tipsnya *trus prakteknya kapaaan :D

    ReplyDelete
  3. Setuju mba Uniek.. makin gede makin bisa diajak ngobrol. Tp ortu jg kudu konsisten juga sm hasil nego. Kadang aku kurang sabar dikiiiit... hehe

    ReplyDelete
  4. Luar biasa mak uniek tipsnya.Semakin gede anak,orang tua hrs semakin pintar memutar otak dan update strategi yg tepat.sip...sip,nambah referensi mak.jazakillah tulisannya.

    ReplyDelete
  5. Kalau bisa dibicaakan dg baik, jangan sampai ada pertengkaran dg anak yo, Mbak. Ngeeri.

    ReplyDelete
  6. Keren mba artikelnya...
    maksih yah, jdi dpt ilmu nih buat didik anak

    ReplyDelete
  7. Anakku yg plg besar kls 5 jg udh mulai kuk gini mb udh keluar egonya mksh tipsnya y mb uniek

    ReplyDelete
  8. untuk menghindari pertengkaran perlu kesabaran dari orang tua ya hehehe

    ReplyDelete
  9. Anak-anak sih lebih seringnya aku ajak ngomong dari hati ke hati, hihiii...
    Ya, kayak ngobrol gitu, jadi nggak seperti kasih nasehat

    ReplyDelete
  10. Hehe, iya setuju, jadi orang tua itu proses belajar seumur hidup. Berlajar dr siapa saja, bahkan dari anak2 yoo. Tfs mbaa

    ReplyDelete
  11. Perlu dicermati buat bekal nanti intan gedhe

    ReplyDelete
  12. persiapan buat ngedidik anak kle udah lahiran ....
    hehee... :D

    makasih mbak ilmunya ... :)

    ReplyDelete
  13. Yup Mbak, makasih sharingnya ya, suamiku juga suka ngasih tahu aku, bahwa ketika anak sedang melawan, bukan orangtua malah merasa kalah atau tertekan, saatnya mencoba mengajak anak berlatih untuk berdiskusi, berlatih bernegosiasi.

    ReplyDelete