Friday, May 29, 2020

Self Healing a la Anak Pondok


Saat anak tinggal berjauhan dari orangtua, rasanya selalu kepikiran dia di sana bahagia atau tidak. Ketika di rumah setiap kali sedih bisa sambat ya ke ayah atau ibu, nah bagaimana kejadiannya kalau si anak jauh dari rumah?


Bukan hanya orang dewasa saja kan yang punya kebutuhan untuk menyembuhkan luka dari berbagai kejadian tidak menyenangkan yang dialaminya. Anak-anak dan remaja pun tak lepas dari aneka kejadian yang membuatnya sedih. 

Pada suatu kesempatan Ibu bertanya ke si Kakak yang sudah 4 tahun ini mondok di Magelang, apakah dia pernah merasakan sedih saat jauh dari Ayah dan Ibu.

Ya sering lah, Buuu...

Biasanya karena apa tuh Kak sedihnya?

Uang saku habis.

*pingsan

Hahahah... enggak lah, kehabisan uang saku hanya salah satu bagian hidup anak pondok yang harus dihadapi. Tapi rata-rata mereka sudah punya cara untuk mengatasinya. Antara harus ngirit abis atau pinjam ke temannya. 😀

Memiliki anak yang tinggal di pondok pesantren memang nano nano banget deh rasanya. Ada bangga terselip di hati karena si anak sudah mampu mandiri dan mengatasi berbagai permasalahan hidup yang setara dengan pergerakan usia. Namun juga ada rasa khawatir terselip di hati, apakah benar nanti si anak di pondok bisa terjamin kesejahteraannya.

Namun Ibu jadi ingat dulu ketika pertama kali Kakak diantarkan untuk mendaftarkan, ada nasihat dari kyai yang merupakan pemilik pondok pesantren tersebut, bahwa menuntut ilmu dengan cara nyantri bukanlah cara yang mudah. Jika membayangkan bahwa hidup di pondok itu bakalan seperti di rumah, tentu nanti akan kecewa. 

Tinggal di pondok pesantren itu harus siap untuk hidup susah dan penuh kerja keras.

Kok gitu ya malah pesannya, apa malah enggak bikin anak drop tuh, Pak Kyai?

Mau tak mau, disadari ataupun tidak, melepaskan anak untuk tinggal di pondok pesantren memang kudu siap mental. Baik anak maupun orangtua. Si anak harus siap untuk berjauhan dengan orangtua, tidak bisa setiap saat minta tolong, minta perhatian, bahkan minta uang. Begitu pula orangtua, tak bisa sewaktu-waktu melepas kangen, tak bisa ngobrol hahahihi kayak biasanya di rumah, dan yang paling utama ga ada yang diomel-omelin lagi sehari-hari. 😂😂 *ini sih ibu salah asuhan

Suatu nasihat diberikan kepada Ibu dulu ketika pertama kali Kakak akan tinggal di pondok, 4 tahun lalu. Selama 41 hari masa sapih, alias ga boleh ditengok-tengokin dulu, orangtua diharapkan membacakan Al Fatihah setiap kali rasa rindu tak tertahankan. Diharapkan sih tidak menangisi si anak karena nanti ikatan batinnya akan sampai ke si anak, dia bakalan ikut merasakan kesedihan.

Ah elu sih Pak Kyai, ga ngerasain kan ya gimana perasaan seorang ibu pisah dari anaknya, mosok ga boleh sedih. Gitu sih jerit batin Ibu pertama kali pisahan dengan Kakak.

Hahahaa Ibu lupa, Pak Kyai yang memberikan nasihat punya beberapa anak yang mondok juga jauh di Jawa Timur sana, jelas pasti beliau merasakan jauh lebih banyak perasaan rindu kepada putra-putrinya ya. Bike lah, Ibu kudu kuat. Ibu kudu bakoh. 

Meskipun sudah bertahun-tahun berlalu, terkadang Ibu masih sesekali menangis nih kalau pas kangen pada Kakak. Yakali ga punya perasaan kaaan... Alhamdulillah nangisnya sudah tidak sesering dulu lagi. Kan sudah terbiasa.

Nah, kalau Kakak di pondok sana gimana, adakah pernah mengalami masa-masa sedih gitu?

Dulu Ibu kira hanya Ibu lah yang merasakan sedih jauhan dari anak. Palingan anaknya di sana baik-baik dan happy happy aja, ga ingat sama Ayah, Ibu dan Adek.

Ternyata enggak dong. Kakak juga sebenarnya rindu pada keluarga di rumah. Hanya saja memang dari kecil nih Kakak termasuk tipe anak yang perkasa dan mudah menyesuaikan diri dengan keadaan. Tapi tetap dong ada situasi tertentu yang membuat Kakak sedih, capek hati, lelah fisik, dan berakhir dengan BT.

Beberapa hal yang umum dialami oleh anak pondok, yang bikin jadi terpuruk pada kondisi tak menyenangkan adalah:


1. Banyak tugas di sekolah

Laahh kalau ini ya sama aja kan ya dengan anak-anak lainnya yang tidak tinggal di pondok. Mungkin bedanya kalau anak yang enggak mondok tuh tak harus membagi waktunya dengan mengaji sepanjang hari.

Kakak harus siaga dari pagi hari sebelum sholat Subuh, dilanjutkan dengan kajian selepas sholat, kemudian baru bersiap-siap untuk sekolah di siang harinya. Jeda waktu digunakan untuk sarapan, tidur sebentar, atau mencuci baju. 

Kebayang kan ya bagaimana mengantuknya Kakak ketika harus masuk sekolah ba'da Dhuhur. Makanya tak jarang di kelas pada ngantuk tuh. Belum lagi kalau ada tugas, ulalaaa... menahan kantuk aja udah berat, apalagi mikirin tugas. Yang sabar ya, Kak. 😘


2. Harus Menguasai Hafalan Bait Ilmu Tajwid

Untuk pondok pesantren yang acuan 'ngelmu'nya ke Nahdlatul Ulama, melakukan kajian Kitab Kuning sudah merupakan standar pembelajaran. Kitab-kitab itu dibuat untuk memahami Al Qur'an dengan lebih mendetail. 

Setiap kitab yang dipelajari itu nantinya akan diuji tingkat pemahamannya masing-masing santri. Kebayang deh harus menghafalkan masing-masing kitab itu, tentunya juga membutuhkan konsentrasi tersendiri. Meskipun hal ini merupakan kewajiban, tak jarang bikin stres juga kalau tak kunjung bisa hapal kitabnya.


3. Cucian banyak

Entar-entar aja deh nyucinya, lagi capek.

Kebiasaan untuk menunda aktivitas mencuci baju terkadang bikin masalah baru lagi nih. Ketika baju masih satu dua di keranjang cucian, rasanya tak apalah besok-besok aja nyucinya. Begitu udah setumpuk langsung deh stres sendiri.

Khusus seragam sekolah, pondok memang menyediakan jasa laundry. Namun untuk baju harian, setiap santri harus mencuci sendiri. Nah, begitu kondisi badan sedang lelah, tugas sekolah banyak, hapalan bait sudah menghadang, langsung deeh BT. 


4. Sudah lapar tapi makanan belum siap

Para santri di pondok tak perlu memasak sendiri untuk makan sehari-hari, para pengasuh pondok telah menyiapkan nasi dan lauknya. Nantinya setiap kamar tinggal mengambil makanan tersebut yang telah ditempatkan di semacam tampah gitu. Satu tampah berisi cukup makanan untuk beberapa orang.

Hanya saja rasa lapar itu kan kadang datang tak sesuai dengan jadwal ketersediaan makan. Jadwal makanan siap di jam 6 pagi, jam 12 siang dan jam 6 sore itu terkadang bikin para santri menunggu harap-harap cemas. Rasa lapar sudah mendera tapi sepertinya jam makan kok tak kunjung tiba. 


5. Uang saku habis

Nah seperti yang Ibu ceritakan di atas tadi, salah satu hal yang bikin BT ketika uang saku yang diberikan di saat masa penjengukan sebelumnya habis, padahal jatah untuk dijenguk masih lama. Biasanya ini sih karena ada beberapa keperluan mendadak, misal harus beli baju, kaos kaki, atau alat mandi yang ternyata lebih cepat habis. 


6. Antrian kamar mandi sangat panjang

Santri yang tinggal di pondok ada ratusan kalik ya. Meskipun kamar mandi sudah banyak, tetap saja tragedi antri kamar mandi tak bisa dielakkan. Jika ingin tidak antri ya harus mandinya pagi banget, atau sekalian enggak mandi hahaha... joroknya. 

Biasanya kalau udah masuk prime time antrian mandi, bisa kalik sampai 1 jam gitu nunggunya. Yang antri sih bukan orangnya, tapi kotak mandinya. Berjejer kiyut banget gitu warna-warni, ada yang merah, hijau, kuning. Udah kayak pelangi saja. Sedangkan si pemilik  nunggunya di bak cuci. Ada yang sambil ngobrol, ada juga yang sambil memandang sebal ke pintu kamar mandi yang tak kunjung terbuka kalau yang antri sebelumnya punya kebiasaan mandi lama. 

Haduuuww... sabar ya Nak. 


Self Healing a la Anak Pondok


Trus kalau pas kesel gitu biasanya gimana caranya Kak biar enggak kebablasan BTnya?




Meskipun jauh dari orangtua, ternyata para santri ini memiliki beberapa cara ampuh untuk self healing. Nggak nyangka deh, anak yang dulu kayaknya masih kecil, apa-apa tergantung pada Ayah dan Ibu ini, sudah memiliki kedewasaan diri untuk mengatasi masalah.

Emang ya, benar kata orang bijak, Allah tidak akan memberikan cobaan di luar batas kemampuan seseorang. Begitu pula pada anak-anak usia belasan, yang rata-rata masih harus tinggal dengan orangtua. Ketika dihadapkan pada kondisi yang mengharuskannya mandiri, akan terbentuk kebiasaan dalam mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapinya.

Ada beberapa hal yang sepertinya tampak lucu ketika Kakak menjawab pertanyaan Ibu tadi. Tapi ntar bakalan kita akui, oh benar juga ya, hal yang sepele tuh asalkan bikin bahagia, wajar saja dilakukan untuk self healing. 

Mau tau gimana cara anak pondok bisa balik happy lagi ketika sedang menghadapi masalah?


1. Curhat sebelum tidur

Udah kayak pillow talk gitu deh. Di pondok tempat Kakak nyantri ini memang bukan pondok pesantren mewah yang memberikan fasilitas kamar tidur sendirian ataupun berdua. Kakak harus tidur bersama dengan banyak temannya sekaligus di dalam kamar.

Ketika sedang punya masalah, tak jarang para santri ini saling curhat dengan teman yang dirasa dekat dengannya. Ya namanya jauh dari orangtua, adanya ya teman senasib sepenanggungan. Kalau udah curhat gitu lega rasanya. Walaupun masalah belum selesai, paling tidak ada yang ikutan menenangkan.

Huhuu... Ibu jadi terharu pas Kakak menceritakan bagian ini. Kebayang nggak sih anak kesayangan jauh di sana, punya masalah tapi ga bisa curhat ke Ibunya. Mau tak mau ya ke temannya, adanya cuma itu. 


2. Menulis di buku diary

Bagi yang memiliki hobi menulis di buku diary, kebiasaan ini amat membantu self healing. Segala perasaan kesal, sebal, sedih dan lain sebagainya bisa dituangkan semua dengan bebas lepas di sana. 

Kakak juga punya nih buku semacam ini. Ibu pernah ngintip di buku diarynya yang lama, diary saat awal-awal Kakak mondok dulu. Ada yang lucu, ada yang mengharukan. Ibu yang jaman remaja dulu enggak pernah mondok jadi makin salut pada perjuangan Kakak untuk hidup mandiri dalam waktu dini ini. Uwwhh... laffff deh Kakak. 😘 


3. Makan, jajan atau bikin mie pake heater

Salah satu pelampiasan kekesalan tuh ya makan. Hahaha... nggak cuma anak pondok sih itu, kita aja kalau sedang kesal terkadang lepas kendali kan ya dalam hal makan.

Begitu juga yang dialami Kakak. Bersama dengan teman-temannya, Kakak bisa sedikit mengurangi kadar kekesalan dengan makan. Apabila belum waktunya makan, maka Kakak akan jajan di kantin pondok. 

Yang dimakan bisa berupa cemilan, es krim, atau bahkan bikin mie instan. Di pondok sih nggak ada alat masak. Biasanya para santri bikin mie instan pake water heater. Entah satu water heater dipakai berapa anak tuh. 


4. Nyuci sambil ngobrol

Nah, kalau yang ini rada epic juga kalau menurut Ibu. Jengkel kok malah nyuci baju yaa... suatu keunikan tersendiri deh.

Ternyata nyuci bajunya berdua atau bertiga dengan teman-teman yang dekat. Saling menceritakan permasalahan masing-masing. Mungkin sambil mengucek baju dengan sekuat tenaga gitu ya curcolnya, jadi energi negatif yang tersimpan di dalam diri sekaligus ikut tersalurkan. 


5. Online saat jatah jam pelajaran

Bagi santri yang memilih melanjutkan sekolah tingkat atas di kejuruan, ada privelege menggunakan koneksi internet terkait dengan penyelesaian tugas sekolah. Santri-santri jurusan Teknologi Komputer dan Jaringan serta jurusan Multi Media lah yang diberikan jatah untuk online.

Manusiawi deh rasanya ketika anak-anak yang super kangen pada orangtuanya itu menggunakan waktu onlinenya untuk berkomunikasi. Terkadang Ibu kaget juga, tengah hari bolong tiba-tiba dapat pesan via Messenger dari Kakak. Sayangnya ga bisa video call karena Kakak pakai komputer di sana yang tak ada webcam-nya. Yawda lumayan lah meskipun via tulisan, Ibu bisa mengikuti curcolan si Kakak. 


Sebenarnya masih ada beberapa aktivitas lain pelepas stress yang dilakukan oleh Kakak. Hanya saja mungkin agak sedikit secret gitu hehehe... Jadi itu aja dulu lah yang Ibu share di sini. 

Bagi Moms & Dads yang selama ini mengeluhkan anak-anaknya, please deh ingat-ingat saja betapa bahagianya masih bisa bersanding setiap hari dengan buah hati. Nggak kebayang kan gimana sendunya hati saat tak ada buah hati di sisi.

Rindu juga ga bisa langsung ketemu, ada kabar baik juga ga bisa bertatap muka untuk bercerita. Serba terjeda. Peluk dulu aaahhh anak kesayangan. 💗💙💛💜



57 comments:

  1. Iya bener mbak, tinggal di pondok pesantren harus siap untuk hidup susah dan penuh kerja keras. Namun dengan ditempa sedemikian rupa jadi membuat anak mandiri, berbudi pekerti dan disiplin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Insya Allah, mba, penginnya memang begitu. Semoga pengorbanan orangtua dan anak ini membawa berkah hingga ke jannah.

      Delete
  2. Whuaa seeru banget cerita suka duka pondoknya si Kaka, yang jelass tambah mandiri. Huhu, emang yaa meleleh kalo pisah dari anak, butuh beradaptasi, mana jatah onlen dibatasi,hihiii.

    Ah semangat wahai buibu yang anaknya mondok dan buat anak2nya juga yang jelas satu sama lain memiliki kerinduan yang mendalam.

    ReplyDelete
  3. Asik banget mbak memang tinggal di pondok gini ya mbak. Saudara saya juga pernah tinggal dan sekolah di asrama. Perasaannya bercampur aduk tapi tetap bisa healing dengan berbagai kegiatan hehe.

    ReplyDelete
  4. Wah, kebayang pastinya kangen banget terpisah sama kakak yang tinggal di pondok yah mbaaak. Tapi itu kreatif banget sih, lagi bete malah nyuci. Jadi semacam pelampiasan ngucek gitu kali yah hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mungkin setara dengan tendang kulkas itu kalik ya Bi :))

      Delete
  5. Aku ngga kebayang deh apa rasanya jika anak mondok di pesantren huhu mba uniek kuat sekali.. harus banyak belajar ini.. InshaAllah demi kebaikan bersama ya kita sebagai orangtua kuncinya harus tenang menitipkan anak selama di pondok pesantren.. self healing bagi anak pondok memang seru seru yak.. punya cara masing masing untuk membuat happy dan ngga bosan selama mondok hehe

    ReplyDelete
  6. Adduh... harus mempersiapkan anak nih buat mondok juga. Kalau anak cowok sama gak ya caranya.. anak cewek lebih bisa membuka perasaan dan bercerita sama temennya.. PR banget buat ibu muda kayak saya yang berencana mondokin anak :D. Pasti nano nano beneran hihi

    ReplyDelete
  7. hahaa... ini jadi bener ya semua yang ada di drama korea para murid di asrama, anak-anak pondok juga mengalaminya hihihi...

    ReplyDelete
  8. Aku langsung nngakak ini, sedih karena uang sakut habis.
    Aku bacanya nangis ini, begini toh rasanya melepas anak buat mondok. Ibu mana sih yang gak sedih ditinggal anaknya walaupun itu buat belajar ya, walaupun kalo ketemu juga pasti ada ributnya heheh.
    Vivi udah mandiri banget ya sekarang

    ReplyDelete
  9. seru banget ini ceritanya hihihi, terima kasih sharingnyaaa, aku juga salah satu orang yg kalo lagi bete, beli makanan yang banyak hihihi

    ReplyDelete
  10. Woow...jadi makin salut deh sama Kakak dan anak2 pondok lainnya. Perjuangannya sungguh keras. Tipsnya juga kereb2 nih..insya Allah berguna bagi anak2 mondok lainnya / persiapan yg akan mondok juga..

    ReplyDelete
  11. saya justru pengen ngerasain tinggal jauh dari ortu mbak hahahaa karena seumur2 bareng terus, untungnya setelah bekerja pernah merasakan di tugaskan di luar kota :) buat saya pengalaman tidak terlupakan karena jadi lebih mandiri

    ReplyDelete
  12. Salut si aku sama orangtua yg sudah membiasakan anaknya hidup mandiri sejak usia muda dan ngasih kepercayaan penuh ke anak untuk bertanggung jawab sama diri sendiri dan sekolah, meskipun sebagai ortu pasti was2 & sedih juga ya

    ReplyDelete
  13. Huhu aku ga kebayang punya anak tinggal jauh, tapi pastinya bisa meningkatkan kemandirian dia sih ya. Semoga anak-anak selalu dalam perlindungan Allah ya Mba

    ReplyDelete
  14. Self healingnya aq pake jg wktu kuliah dlu hhhh, walau gak selera khdupan seperti anak santri tp ttp aja kadang rasa sumpek dan jenuh melanda

    ReplyDelete
  15. banyaak ya mba cara baik untuk melakukan self- healing. Memang menyalurkan energi positif akan sangat membantu ya

    ReplyDelete
  16. Salut sama anak-anak pondok ini. Mereka tangguh-tangguh walaupun banyak masalah. Biasanya jika lepas atau lulus dari pondok bisa survive jika menghadapi ujian hidup yang berat karena terbiasa menyelesaikan masalah sendiri tanpa orang tua.

    ReplyDelete
  17. Baca tulisan ini jadi teringat masa lalu. Memang sih dulu aku tak masuk ke pondok, tapi tinggal di asmara putri gitu. Jadi lulus SD di Banjarmasin, SMP malah dikirim ortu masih asrama di Malang dan cuma boleh pulang atau bertemu setengah tahun sekali. Luar biasa rasanya. Tapi yakin deh, ini akan ada banyak manfaatnya bagi anak

    ReplyDelete
  18. Masyaallah kehidupan di pondok pastinya struggle banget ya, anak-anak yang bisa enjoy dengan kebiasaan di pondok itu luar biasa. Salut buat kaka. Kita emang jadi belajar lagi dari anak ya.

    ReplyDelete
  19. Mirip2 lah ya sama anak kosan (tapi minus ngafalin yang banyak banget itu, ehehe).
    Dulu saya self healingnya malah banyak berorganisasi

    ReplyDelete
  20. Memang ya mondok itu perjuangannya sangat keras ya. Harus ada persiapan biar benar benar siap mental dan jadi betah deh ambil ilmu di pondok.

    ReplyDelete
  21. Kerasa banget ya punya anak yang mondok, anak saya yang sulung juga pernah mondok mbak, bbener banget healingnya mirip mbak, alhamdulillah mereka bisa survive ya meskipun jauh dari ortu

    ReplyDelete
  22. Ya Allah.... anaknya Mba Uniek sungguh punya pemikiran yg dewasa bangeettt, aku takjub. BarokAllah ya Mba. Semoga ananda jadi muslimah yg kaffah dan berkontribusi optimal untuk ummat

    ReplyDelete
  23. Jadi anak kos aja gak mudah, apalagi anak pesantren, eeehh kejauhan mbandingin ma anak kos ding, ikuta sanlat deh misalnya, aku dulu aja pas keabisan uang saku mewek, eh untung emakku kyke punya koneksi ma aku trus aku disambangin hahaha :D

    Emang kudu bisa mencari aktivitas yang bikin sedih2nya pas mondok ilang ya mbak :D
    Yeah emaknya pasti kepikiran, yg bisa kita lakukan ya mendoakan anak yaaa :D

    ReplyDelete
  24. Aku juga rencana pesantren kan Salfa
    Bahkan rencana di luar Pulau Jawa
    Tapi aku masih menguatkan diri, apa benar saya kuat
    Ini berasa mba Uniek kecil yang nulis

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wuiih jauh juga mau mondokinnya. Beneran kamunya kuat? hahahaa....

      Delete
  25. Ada harga yang harus dibayar untuk mendapatkan surga Allah yaa, kak Uniek.
    In syaa Allah.

    Bukan sekedar menimba ilmu, tapi kaka akan menerapkan ilmunya dalam kehidupan.
    Dan akan menjadi tabungan orangtuanya di akhirat kelak.

    **belum apa-apa aku uda terharuu..
    Pasti berat pisah sama anak yaa, kak Uniek.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Insya Allah, Te Lendy. Namanya juga ikhtiar yaaa... mencoba mencarikan jalan untuk amanah yang dititipkan Allah nih. :)

      Delete
  26. Waktu smp-sma aku pernah ikutan sanlat di DT, Mak. Ga sampe antriin gayung gitu. Orangnya yang berjejer dan ga boleh lama. Kalau udah lebih dari toleransi bakal digedor-gedor sama teman yang lain hahaha. Seru juga. Mandi singkat, ga boleh boros air dan ganti baju di kamar mandi juga. Kebayang lah ribetnya. Nah kalau mau pup ya di luar waktu mandi biasa. Siang itu paling aman buat ngantri karena relatif sepi. Walau cuma seminggu seneng aja ditengokin Mama yang nganterin makanan buat cemilan wkwkwk....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Suasana sanlat jauh berbeda dengan yg mondok beneran, Fi. Sanlat palingan beberapa hari, sekadar belajar mandiri ala ala. Klo kudu bertahun-tahun menjalaninya, berat juga tuh kayaknya. :))

      Delete
  27. Keren Kak Vivi, pesantren jadwalnya padat ya jadi santri kudu pintar atur waktu untuk mengerjakan tugas..ngga heran lulusannya disiplin...semangat Mbakniiik...

    ReplyDelete
  28. Waah gadismu mondok ya mba uniek...
    Keren ih si kakak

    Aku lg bujukin sulungku biar mau nanti klo kelas 10 mau ke pesantren nih

    ReplyDelete
  29. Mencoba menyelami apa yang mereka lakukan dan rasakan.. dan membayangkan bagaimana jika anak kita mengalaminya dan melakukan apa.. tapi memang menarik ya cara self healing ala anak pondok, dan sebagai orangtua kita harus memahami mereka juga nih..

    ReplyDelete
  30. Duuuh, aku tuh ga sanggup kalau mesti melepas anak mondok gini hihihi :) Maunya deket2 terus sama anak. Bukan bermaksud manjain sih cuma pilihanku ya tetap sekolah anak dekat domisili aja. TFS ya bermanfaat banget pengalamannya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Gpp mba, tiap orangtua kan punya kebijakan tersendiri untuk buah hatinya. Yang terutama, mondok itu ga boleh dipaksa. Jika anak tidak bersedia menjalani, ya jangan dilanjutkan.

      Delete
  31. Ponakanku juga ada yang di pondok mba.. klo anakku, dulu dia ga mau+aku ga ikhlas...ha..ha

    Yang paling kelihatan, anak2 pondok lebih mandiri sih mba..karena terbiasa handle pekerjaan/tanggung jawabnya sendiri

    ReplyDelete
  32. wah kakak seru ya sekolahnya. salut bgt buat kakak yang udah mandiri, jauh dari orangtua pula :D

    ReplyDelete
  33. Baca postingan ini berasa mendengarkan cruhatan anak-anak kami, karena ketiga anak kami mengalami masa-masa indah tinggal di pondok. Salah satu poin yang menguatkan kami adalah, anak-anak memilin sendiri untuk sekolah secara boarding. Awal-awanya ada rasa gak tega, tapi setelah berjalan beberapa bulan, New normal pun menjadi normal.

    ReplyDelete
  34. Hwaaa, enggak kebayang sedihnya jauh sama anak... Hebat deh kakak udah bisa mandiri, punya cara self healing juga supaya tetap survive :)

    ReplyDelete
  35. Alhamdulillah ya mbak, anak-anak punya caranya sendiri untuk healing di masa berjauhan dengan orang tua. memang tak mudah ya mbak, jauh dari anak, begitu juga anak dengan ortu, semoga kakak selalu sehat dan dilindungi Allah yaa.

    ReplyDelete
  36. Jadi ingat ponakan yg juga mondok. Malah yg suka galau kakak saya aka mamanya.. ponakan malah kelihatannya enjoy banget dan punya temen2.. tinggal di pondok mudah2an memberi banyak pengalaman yang mendewasakan ya mba buat anak2..

    ReplyDelete
  37. Tapi anak jadi lebih cepat mandiri ya. Aku jadi inget pertama kali ngekost dan hidup merantau dulu. Rasanya galau dan sediih banget. Pengen pulang mulu bawaannya. Tapi ditahan-tahan. Awalnya galau,tp lama2 jadi nemu ritme dan cara buat nyelesaiin masalah sendiri.

    ReplyDelete
  38. Aku waktu di kos2an smbil masak curhate mbaaa hahaha kalau nyuci baju pakai mesin aja ga sanggup ngucek
    Sehat selalu ya kakak

    ReplyDelete
  39. Wah 4 tahun mondok...klo sy kayaknya sy yg sering sedih. Blm bisa nih melepas anak lama2.tp anak jauh dr ortu jd lbh mandiri ya bisa belajar mencari solusi spt si kaka jd bisa self healing

    ReplyDelete
  40. suka dukaaa anak pondoook ya mba Un..aku kebayaang kayak tinggal di dorm or asrama hehehe. Seruuu... tapi karena banyak teman insya Allah baik - baik yaa

    ReplyDelete
  41. duu keren mba anaknya mondok, saya masih galau nih ngasih anak mondo atau eengga ^_^ jauh sama anak itu berat ya, padahal di pondok ada banyak yang bisa didapat anak salah satunya kemandirian

    ReplyDelete
    Replies
    1. Asalkan anak berkenan dan kuat gapapa mba. Jangan dipaksakan.

      Delete
  42. Dulu, waktu Taruli pertama kali masuk pesantren, ada ceramah pengantar dari salah satu pengurus pesantren yang kebetulan juga seorang Kyai, yang bilang kalau masukkan anak ke pesantren, orangtuanya juga harus berperilaku seperti anak pesantren :) ya merasakan apa yang dialami para santri, salah satunya hidup sederhana.
    Mungkin karena aku kurang nyantri ya, makanya Taruli hanya sampai SMP saja (3 tahun) di Assalam.
    Salut untukmu dan Vivi :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Lah, aku bahkan tak pernah nyantri sama sekali mba :)
      Salut pada anakku yang memang tabah semi2 ndableg sih sebenarnya. Aku aja belum tentu sekuat dia, mba.

      Delete
  43. salut buat kakak betah ya di pondok dan belajar mandiri. soal kangen, emak2 pastilah kangen anaknya di pondok tapi harus bertahan deh menunggu jadwal berkunjung ya, mbk.

    ReplyDelete
  44. Masyaallah..bener banget ortu pun harus kuat mental. Sebab sejujurnya aku ga kuat melepas anakku huhuhu. Tapi aku suka soundingbke anak gimana kehidupan di pondok. Anak-anakku belum ada yang tergerak mondok.

    ReplyDelete
  45. Waah si kakak kelas berapa mbak? Salut saya sama anak-anak dan ortu yang anaknya mondok. Apalagi mondok NU yang sekamar bisa 8 orang. Saya pernah mondok sebulan di pondok NU pas jaman SMA dulu. Bulan Ramadan aja sih. Kebetulan saya asli Magelang..kakak mondok dimana mbak?

    ReplyDelete
  46. Masyaallah...
    Seru ya dengerin cerita anak mondok. Saya pun belum kesampaian mondok padahal dulu pengen sekali karena teman SMA saya ada yang mondok, huhuhu. Sesekali saya main ke pesantren teman saya itu dan makin mupenglah saya. Hehe. Apalagi dengar cerita teman-teman yang anaknya pada mondok setelah lulus SD.
    Apa mbak tipsnya biar anak juga mau menuntut ilmu di pesantren?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Masuk ponpes intinya tidak boleh dipaksakan mba. Diberi pengertian sejak jauh hari kelebihan menuntut ilmu agama di pondok. Kalau di rumah sudah biasa mengerjakan segala sesuatu dengan mandiri, Insya Allah enggak berat kok bagi anak untuk adaptasi saat di pesantren.

      Delete