Sunday, February 19, 2023

Anak Nakal Masukkan Pondok Pesantren Saja

 
Santri putri sedang mengaji, sumber foto : instagram @syubbanulwathon

Kapan hari Ibu pernah ditanya oleh salah seorang mantan ibu guru SMA dulu, Nak. Beliau menyatakan keheranannya saat Ibu bercerita bahwa kalian sekolah sekaligus mondok di luar kota. Mengapa anakmu dikirim ke pondok pesantren? Apakah dia nakal dan tidak bisa diatur?

Bingung juga mau jawabnya bagaimana ya itu. 😁

Biasanya pola pikir orang yang sudah sepuh itu bakalan susah dibelokkan meskipun penjelasan yang akan diberikan masuk akal dan banyak sisi positifnya. Akhirnya Ibu hanya menjawab sekadarnya saja, tidak ada niatan untuk memperpanjang dialog tersebut.

Pemahaman tentang alasan mengirim anak ke pondok mungkin saja tidak dimiliki oleh semua orang. Ada yang lebih menginginkan putra-putrinya tetap selalu berada di sisi agar lebih mudah mengawasi. Hal itu tentu sah-sah saja. Sama juga dengan orangtua yang ingin sekali bisa mencapai jannahNya dengan memiliki anak sholih, taat beribadah, bagus ilmu agamanya, sehingga bisa menjadi cahaya bagi keluarga.



Pondok Pesantren Bukan Untuk Membuang Anak


Lalu Ibu pun teringat, Nak, pada salah satu surat yang pernah Ayah titipkan untukmu. Setelah bertahun-tahun berlalu, saat surat itu sudah masuk ke tumpukan arsip di kotakmu, Ibu tak sengaja membuka dan membacanya. Air mata pun rasanya hampir tak sanggup Ibu bendung.

Sosok seorang ayah yang selama ini Ibu kira tidak akan merasakan kesedihan hati anaknya ketika harus berpisah dengan orangtua, ternyata bukan begitu, Nak. Melalui bahasa yang sangat halus Ayah menuliskan permohonannya agar engkau mengerti, Ayah dan Ibu mengirimmu ke pondok bukan untuk membuangmu, Nak. 

Anak dikirim ke pondok pesantren untuk dididik, bukan untuk dibuang. 

Saat kalian mondok, rasanya memang berat sekali, Nak. Bukan hanya kalian yang merasakan beratnya, Ayah dan Ibu pun juga merasakan yang sama. Manalah ada orangtua yang tidak kangen pada anak-anaknya ketika mereka jauh. Untuk waktu yang lama pula. 

Belum lagi jika kita telisik sejumlah biaya yang tidak sedikit yang harus dikeluarkan. Ibu tidak akan menjadikannya sebagai bahan untuk hitung-hitungan, hanya sebagai pengingat bahwa jika ingin membuang anak, untuk apa harus sedemikian berikhtiar untuk mencukupi kebutuhan hidup dan pendidikan untuk anak-anaknya. 

Kesalkah Ibu dengan segala macam pertanyaan dan praduga dari orang-orang yang kurang mengerti itu, Nak?

Awalnya tentu saja jengkel dong. Namanya juga manusia yang tidak luput dari sulutan emosi. Lama kelamaan, setelah menyadari bahwa pengalaman hidup orang berbeda-beda sehingga sudut pandang tak akan sama, Ibu pun sudah bisa kalem dalam menanggapi omongan miring seputar 'kekejian' orangtua yang mengirim anaknya ke pondok. Senyumin aja laaah... 




Umur Berapa Sebaiknya Anak Dikirim ke Pondok Pesantren?



Suasana mengaji di pondok pesantren, sumber : ig @syubbanulwathon

Terminologi memaksa dalam mengirim anak ke pondok terkadang memang rancu. Rata-rata anak kalau ditanya apakah mau mondok atau tidak, bakalan jawab tidak, deh. Apa enaknya kan ya ke pondok hehehe... Sudahlah jauh dari orangtua, segala macam harus dikerjakan sendiri, harus ikut menjaga kebersihan pondok, padahal di rumah semuanya serba mudah dan enak. 

Bagi sebagian orangtua, memberikan wacana untuk memperdalam agama di pondok merupakan 'jalan ninja' agar buah hatinya menjadi anak yang sholih, mampu mengangkat derajat orang tuanya. Kemuliaan orang tua itu salah satunya berkaitan dengan akhlak anak. Menurut Gus Yusuf, pengasuh Asrama Perguruan Islam (API) Ponpes Salafi Tegalrejo Magelang, jika anak baik akhlaknya, pintar mengajinya, Insya Allah orangtua akan mendapatkan kemuliaan baik di dunia maupun akhirat.

Lalu sebaiknya pada umur berapakah orangtua melepas anaknya ke pondok?

Ibu pernah membaca di sebuah portal tentang ucapan Prof. Yahya Zainul Ma'arif yang lebih akrab dipanggil Buya Yahya, pengasuh Lembaga Pengembangan Da'wah dan Pondok Pesantren Al-Bahjah, Cirebon. Beliau mengatakan idealnya anak masuk ke pondok pesantren setelah umur 12 tahun. Mengapa harus begitu?

Menurut Buya Yahya, pada usia 12 tahun seorang anak dianggap telah sanggup hidup secara mandiri. Bisa jadi usia bukanlah salah satu patokan mendasar untuk hal ini, namun secara ideal, di usia tersebut anak telah bisa dilepas dari orangtuanya.

Lebih lanjut lagi, oleh Jamil Azzaini (CEO & Founder Akademi Trainer dan Founder Kubik Leadership) dikatakan bahwa anak-anak di bawah usia 12 tahun gelombang otaknya lebih dominan gelombang Alpha. Mereka harus lebih banyak bermain, bergembira, dan belajar dengan cara yang menyenangkan serta sering mendapat pelukan dari orang tuanya.

Anak-anak di bawah usia 12 tahun sebaiknya tetap didampingi orangtuanya ketika menghadapi berbagai permasalahan di dalam perkembangannya. Misalnya sedang beradaptasi dengan orang-orang baru di sekitarnya, saat harus menghadapi perilaku temannya yang mengganggu, dan berbagai hal lainnya yang rentan membuatnya depresi.

Alhamdulillah, Kakak dan Adek menyelesaikan jenjang pendidikan SD di sekolah yang tak jauh dari rumah. Ibu bisa perlahan-lahan mengajarkan kemandirian pada keduanya, mulai dari beradaptasi dengan teman-teman barunya, hingga akhirnya saat kelas 4 mereka sudah bisa berangkat sekolah sendiri.


Mengirimkan anak ke pondok pesantren adalah pilihan. Setiap pilihan mengandung konsekuensi tersendiri. Sama dengan Ibu BocahRenyah yang sering ditanya mengapa mengirim anak ke pondok pesantren. Ada yang bertanya dengan sopan dan memang benar-benar ingin tahu dan mendapatkan informasi, ada juga yang sekadar ingin menunjukkan betapa teganya orangtua yang memilih jalan tersebut. 

Sudah biasaaa... Tak apa-apa. 😀



-----------
Referensi:
  • https://www.ayobatang.com/umum/pr-37949929/usia-ideal-anak-masuk-pondok-pesantren
  • https://www.jamilazzaini.com/jangan-asramakan-anakmu/
  • https://www.nu.or.id/nasional/catatan-penting-bagi-orang-tua-saat-anak-mondok-7jksS

25 comments:

  1. Anak nakal masukin pesantren pun beragam ada yang akhirnya menjadi lebih baik, ada yang malah kabur, dll. Memang jadi lebih ringan tanggungjawab ortu dengan memberikan anak-anak pendidikan ke pesatren, apalagi di fase anak menuju ABG. INi berat banget, ortu harus fokus. Kalau menurut aku ya, terserah niat orangtuanya untuk anak-anak mereka, kehidupan orang kan masing-masing dan pilihan masing-masing. Tidak perlu ikut repot memikirkan alasanya ya hehehe

    ReplyDelete
  2. Masya Allah, niat baik dan cita-cita ananda dan kedua orang tua dengan memasukkannya ke pondok pesantren tentu luar biasa istimewa. Memang tak semua orang memahaminya, termasuk aku. Tetapi kini aku mulai belajar tentang melepas anak menuntut ilmu jauh dari sisi orang tua, misalnya di luar kota. Demi masa depan, demi dunia dan akhirat yang sebaik-baiknya, belajarlah yang rajin dan nyaman, Nak.

    ReplyDelete
  3. Ya ampun masih ada aja ya yang menganggap kalau pesantren itu untuk anak2 yang susah diatur. Miris deh. Aku pun punya cita2 masukin anak ke pesantren, karena aku pernah juga nyantri dan merasakan banyak manfaat nya, salah satunya tentang kemandirian dan kedisiplinan.
    Semoga anaknya semangat menimba ilmunya di Pesantren ya. Insya Allah akan banyak manfaat yang dirasakan saat jadi santri.

    ReplyDelete
  4. Walaupun kita udah menjelaskan orang yang satu, pasti akan ada juga pertanyaan sejenis lainnya nanti ya mbak.

    Jadi, cuma bisa menguatkan diri aja dan percaya kalau mbak mengirim anak ke Pesantren insyaAllah untuk kebaikan bersama dan memaksimalkan usaha yang dilakukan untuk mendidik amanah yang udah diberi. MasyaAllah.

    Semoga anak-anak bisa menjadi ahli surga kelak yaa mbaakk

    ReplyDelete
  5. hehehe begitulah ya mbak, suka duka memasukan anak ke pondok pesantren. kalau saya memang belum tega memasukan anak ke pondok, rasanya belum tega berpisah sama anak huhuhu jadi kalau baca curhat gini teh, malah sedih, kok ada ya yang bilang pondok buat anak nakal atau anak yang gak bisa diatur, kok tega ortu yang bilang gitu ya. jadi gemes sendiri mikirinnya haha padahal pilihan ortu kan beda beda ya mbak. semangat mbak Uniek.

    ReplyDelete
  6. Ooh saya baru ngeh ada anggapan bahwa jika (merasa) anak nakal maka dikirim ke pesantren. Padahal sesungguhnya dui jaman now, anak2 yang bersekolah di pesantren itu karena pilihan anaknya yang sudah dikondisikan dengan baik oleh orang tuanya.

    ReplyDelete
  7. elah...macam-macam sekali pemikiran dan juga pertanyaan orang memang ya, Bun. aku malah salut banget sama orang tua yang memutuskan untuk masukkan anak ke pesantren. ikhlasnya itu berproses, ya.

    ReplyDelete
  8. Saya merasa kasihan anaknya kalau karena alasan nakal malah dikirim ke pesantren. Ya, khawatir hatinya terluka karena merasa 'dibuang'. Saya pun setuju, anak masuk pesantren di atas usia 12 tahun. Karena di usia segitu, anak udah lebih bisa diajak berdiskusi

    ReplyDelete
  9. Mba Unieeek.. Saya termasuk yang geram dengan alasan masukkan anak nakal ke pesantren. Kenapa banyak bullying yang parah di pesantren salah satunya ya karena alasan tersebut. Pesantren bukan penjara, tapi tempat menuntut ilmu. Saya dengar dari UAH, anak tak akan berubah jika tidak ada perubahan dari sifat ortunya. Kenakalan anak termasuk salah didik di ortu. Jadi kalau mau anaknya baik ya perbaiki dulu dari ortunya. Insya Allah, anak akan berubah baik.

    ReplyDelete
  10. Ini tuh bagaikan celetukan para ibu ya yang suka tanpa sadar bilang "kalau nakal nanti dimasukkan ke pesantren" padahal pesantren sendiri tempat dimana anak akan belajar secara mandiri.

    ReplyDelete
  11. Yes, senyumin aja kalau ada yang punya pikiran miring soal mondokin anak :)

    Karena, benar tujuan dipondokin bukan karena "dibuang", walaupun bahkan masih ada juga orang tua yang mondokin anaknya dengan alasan anaknya "nakal", setelah dipondokin lama ternyata tetep nakal (faktanya dari orang yang kukenal).

    Setiap orang tua punya tujuan baik untuk anaknya, udah berusaha keras melakukan yang terbaik, insha Allah hasilnya baik. Ya walaupun faktanya seperti yang aku bilang tadi, masih ada juga udah dipondokin tetep belum sesuai harapan (di antara sekian banyak yang hasilnya sesuai harapan).

    Yang gak mondokin anak juga bukan berarti ga punya tujuan baik untuk anaknya, karena yang ga mondok juga banyak yang sukses kehidupannya dari sisi agama. Karena pendidikan agama yang bagus zaman now ini juga bisa didapat tanpa mondok. Ada guru profesional dibidangnya yang bisa ditemui tiap hari, baik di sekolah maupun yang bisa didatangkan ke rumah. Mereka hafidz dan hafidzah, berakhlak, walaupun gak mondok.

    Sama-sama berpikir positif aja, selama itu baik, insha Allah baik.
    Segala sesuatu kalau dipikir sebaliknya, ya semua bakal jadi miring.




    ReplyDelete
  12. Kalau contoh anak nakal yang dimasukkan pesantren itu NM :D bukannya jadi baik malah jadi.. Terus kenapa ya ada mindset gitu? kalau nakal dimasukkan ke pondok? Tapi itu kayaknya generasi ibu kita deh Mbak Uniek yg punya pemikiran gitu.. sekarang coba lihat tah, anak-anak kekinian malah pada minta dipondokkan.

    ReplyDelete
  13. Banyak orang jadul yg masib punya pikiran kek gitu. Ternyata banyak juga orang yg ngakunya kekinian tp pikirannya jadul. Ya spt yg mabk niek ceritakan. Tiap ortu punya pertimbangan masing2 knp masukin analnya ke pondok dan insuaallah itu udh melewati pemikiran dan pertimbangan panjang ya mbak.
    Insyaallah kita sbg oeru pgn yg terbaik buat anak2nya. Aku pun ngerqsain beratnya melepas anak2 me pondok tp insyaallah semua demi kebaikan dunia dan akhirat ya mbak.
    SemNgaatt

    ReplyDelete
  14. Iya, semuanya itu pilihan keluarga masing-masing. Tapi saya juga berharap, semoga anak kami nantinya bisa masuk pondok pesantren.

    ReplyDelete
  15. Sebagai nonis, saya bbrp kali mendengar ttg alasan dimasukkan pesantren karena "nakal." Pastinya memang ada yg demikian ya Mbak.. karena ortu sudah merasa kuwalahan, jadi niatnya si anak dikasihkan ke orang yg lebih berpengalaman dan religius. Dengan harapan anaknya jadi baik (walau tak menutup kemungkinkan ada jg yang memang berniat "membuang").

    Dari sekian ribu/juta/puluhan juta (saya nggak tau datanya) keluarga yang memasukkan anaknya ke pesantren, pasti buanyak motif dan tujuan ya kan.. Makanya, saya juga percaya adanya motif yang baik seperti keluarga mb Unik. Kalau anaknya juga happy dan merasa berkembang, jadi apa salahnya?

    Mungkin, pendapat di atas juga mengemuka karena belakangan banyak berita bully/kekerasan di pesantren. Tapi namanya berita yaa... bad news is a good news. Sebagian orang mungkin langsung nggebyah uyah, menyamaratakan pesantren. Padahal ya itu tadi...kalau buat berita, good news is not a good news ya kan..

    ReplyDelete
  16. dulu waktu masih kecil aku pengennya jadi nakal aja biar dimasukin ke dalam pesantren, tapi gak berhasil jadi anak nakal. Tapi ya suka heran sama buibu yang bilang anak nakal dimasukin pesantren, padahal mah setiap anak itu unik dan beda ya

    ReplyDelete
  17. Iya nih pertanyaan seperti ini yang bikin anakku yang sulung dulu akhirnya nggak mau masuk pesantren. Ada tetangga yang bilang, apa mas Milzam nakal kok mau masuk pesantren. PAdahal aku udah siapin si sulung agar mau masuk pesantren begitu lulus SD. Kalimat anak nakal masukin pesantren ini kayak jadi omongan orang-orang yang nggak paham tentang pendidikan anak untuk jadi penghafal Quran

    ReplyDelete
  18. Iya yaa zaman dulu suka ada anggapan kalau anak nakal nanti dimasukkin pesantren.
    Tdnya mau masukkin anak ke pesantren juga saat SMP tapi gak tau anaknya mau apa gak, wong mbok2en hehe.
    Emang kudu mempertimbangkan matang2 ya krn berhubungan dengan masa depan anak. Yg penting anaknya enjoy, penilaian org lain gak penting :D :P .

    ReplyDelete
  19. Masukin anak ke pondok pesantren itu memang buat mendidik, bukan dibuang ya. Terus orang tua juga kudu kuat. Di kampungku ada ortu yang kaya gak tegaan anaknya susah. Terus akhirnya gak jadi mondok dong. Gak habis thinking deh

    ReplyDelete
  20. Gak semua orang punya pemikiran yang sama mengenai masuk pesantren ya.. Lucunya, orang akan berbeda pendapat ketika disebut boarding school. Padahal intinya mah, sama aja kan ya...

    Semoga dengan niat dan doa dari orangtua, memilihkan anak untuk bisa mandiri dan belajar lebih dalam mengenai ilmu akhirat ini diridloi Allah subhanahu wa ta'ala.

    ReplyDelete
  21. bundaaa ini pondok pesantren, bukan laundry. Ada lho yang ibaratnya anak itu "kotor" dipondokkan aja supaya baliknya "bersih dan wangi". Huhu...

    btw, pondok dengan boarding itu beda? ku berharap anak belajar mandiri selama di hidup di asrama tetapi nyatanya ada asrama yang sudah full fasilitas buat anak, bahkan masak sendiri pun ga boleh. Jadinya anak kurang terlatih life skill, hanya banyak di akademis.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Boarding itu asrama, istilah yang berlaku umum untuk sekolah yang ada asramanya. Sedangkan kalau pondok pesantren itu udah jelas untuk muslim, pondok untuk nyantri. CMIIW.

      Delete
  22. "Masukin pesantren ya" itu tuh jadi ancaman orangtua jaman dulu kalo anak anak-nya susah dibilangin yaaa.. jadi kaya mindset, kl nakal dimasukin pesantren. Padahal banyak juga orang tua yg memang masukin anak ke pesantren krna ingin bekal agama si anak lebih bagus yaaaa

    ReplyDelete
  23. Jujur, saya dulu diberikan stigma gini kalau saya ga nurut nanti dimasukin pesantren karena kebetulan kakek nya bapak punya pesantren dan kebanyakan mereka yang pesnatren disana merasa dibuang huhuhu padahal bukan begitu yah, justru memasukkan anak ke pesantren itu saking sayangnya sama anak agar anak mendapatkan bekal agama terbaik.

    ReplyDelete
  24. Daku malah ngiri pada ortu yang mengirimkan anak-anaknya ke pesantren, mereka diberikan keistimewaan dan kesempatan agar anak-anaknya mendapatkan pelajaran agama lebih intensif dan bisa lebih mandiri

    ReplyDelete