Tuesday, March 19, 2024

Persiapan Hati Menyambut Ramadan Tanpa Anak

 


Jika ditanya apa persiapan Ibu BocahRenyah dalam menyambut Ramadan tahun ini, maka jawabannya adalah persiapan hati menjalankan ibadah Ramadan tanpa kehadiran anak-anak di rumah. Kok bisa gitu?

Iya nih, sudah 2 kali Ramadan ini kedua BocahRenyah menjalani masa-masa puasa di pondok pesantren. Dua tahun lalu hanya si Kakak yang mondok, jadi Ibu masih punya 'hiburan', ada Adek yang hadir bersama Ayah dan Ibu setiap kali sahur dan buka puasa.

Gimana rasanya, Bu?

Ihiks... terus terang Ibu kangen banget pada Kakak dan Adek. Kerempongan menyiapkan pernak-pernik sahur terasa impas sudah ketika ada kedua anak yang meramaikan suasana rumah. Entah itu Ibu harus ekstra energi untuk membangunkan, entah untuk minta tolong ini dan itu kepada keduanya, tetapi kemeriahan dan kehebohan itu ternyata tidak ada gantinya. Tidak ada hal lain yang bisa menjadi substitusi kehadiran kedua buah hati itu. (eh ehhh... maaf ini kok rasanya tiba-tiba kelopak mata menghangat) 😒


Kondisi Hati & Kenyataan yang Harus Dihadapi


Jika saja rasa sedih itu kena pajak, tentu Ibu akan dengan senang hati menghindarinya. Namun apa daya, meski tidak kena pajak, rasa sedih yang melanda hati seorang ibu ketika harus menjalani Ramadan tanpa anak-anaknya, bisa datang dan pergi tanpa kendali.

Melihat lauk-pauk dan jajanan yang tersedia di meja, sedih.... Meski sudah bertahun-tahun terbiasa berjauhan dengan anak-anak, tetap saja ada rasa : Di pondok Kakak dan Adek buka puasa pake apa ya? Jangan-jangan apa yang Ibu makan di rumah jauh lebih enak dibandingkan dengan apa yang ada di pondok. 

Saat membersihkan rumah, membuka kedua kamar yang tanpa penghuni, lalu kepikiran : Di sana Kakak dan Adek cukup tidur apa enggak ya? Jangan-jangan tidurnya hanya beberapa jam aja selama Ramadan karena padatnya jadwal mengaji.

Saat berangkat tarawih ke masjid, melihat anak-anak kecil dan remaja berseliweran, rasa rindu untuk memeluk anak kembali menerpa. Huhuhuuu.... Tuh kaaann... nulis gini aja Ibu udah mewek lho, Nak. Semoga suatu saat ketika Kakak dan Adek baca tulisan ini, kalian bisa memahaminya. Ya begitu itu kondisi hati seorang ibu. Apabila selama ini yang kalian tangkap hanya omelan, perintah, dan petuah-petuah yang tidak kalian harapkan, di balik semua itu, Ibu tuh lemah tanpa kalian, Nak. *mewek lagiiii 😭😭



Persiapan Hati Menghadapi Ramadan Tahun Ini


Sebenarnya kalau mau dibahas tujuh purnama tujuh rekening *eh.... Ibu maunya cerita melow melulu nih. Namun rasanya kurang bermanfaat ibadah yang Ibu jalankan selama Ramadan kalau dibarengi dengan mengeluh dan merasa sedih tak berujung.

Ibu jadi ingat, di belahan bumi yang lain, ada banyak kaum muslim yang harus kehilangan anggota keluarganya, untuk selama-lamanya, pada Ramadan tahun ini. Apa yang Ibu alami, tidak ada apa-apanya dibandingkan perjuangan mereka.

Iya, Ibu harus kuat ya, Nak. Lebih baik Ibu isi hari-hari selama bulan puasa ini dengan aktivitas yang bermanfaat. 

Menguatkan diri sendiri memang tak semudah teori, namun mau tak mau harus dilakukan jika tidak ingin patah semangat. So, Ibu BocahRenyah punya berbagai aktivitas yang bisa dilakukan untuk mengisi hari-hari Ramadan agar penuh manfaat.


πŸ’™  Memperbanyak shalat berjamaah di masjid

Ibu memang tidak terlalui menguasai ilmu agama, Nak. Ada beberapa teman yang pernah memberitahu bahwa tempat sholat paling mustajab bagi perempuan adalah di rumah/kamar. Namun, rasa sendiri yang mendera batin Ibu makin terasa ketika berada seorang diri. Dengan berangkat ke masjid atau mushola, Ibu jadi bertemu banyak kaum ibu lainnya. Hati Ibu terasa hangat ketika bersalaman dengan mereka selepas shalat, Nak. Semoga Allah berikan ampunan apabila apa yang Ibu lakukan ini salah.


πŸ’š Membersihkan kamar anak-anak

Meskipun tidak ada penghuninya, kedua kamar anak-anak tetap Ibu tengok setiap hari. Ibu buka jendelanya agar cahaya matahari bisa masuk dan kondisi kamar tidak lembab.

Bahkan Ibu sudah berencana hendak membeli seprai baru agar nanti ketika Kakak dan Adek pulang, suasana kamar makin ceria. Boleh juga kan kalau misal Ibu membeli pewangi ruangan untuk diletakkan di sudut kamar? Kebetulan kapan hari Ibu dibelikan bukhur oleh Ayah, bisa tuh dinyalakan salah satu, yang wangi green tea mau kan, Nak?


πŸ’œ  Memperbanyak doa

Bu, bukannya berdoa memang sudah jadi kebutuhan, tidak hanya di bulan Ramadan aja?

Iya, betul sekali. Berdoa merupakan kebutuhan pribadi seorang umat untuk terhubung dengan Sang Pencipta. Biasanya sih lebih banyak minta-minta dibandingkan mohon ampunan. Ini pengakuan jujur Ibu BocahRenyah lhooo... Semoga ibu-ibu yang lain tidak seperti ini.

Khusus di bulan Ramadan tahun ini, salah satu doa yang Ibu panjatkan adalah adanya keleluasaan waktu anak-anak untuk menghubungi orangtua. Setiap pondok pesantren punya aturan yang  berbeda. Kebetulan di pondok tempat Adek menuntut ilmu, ada wartel yang bisa digunakan oleh para santri untuk menghubungi orangtuanya. Hanya saja, jumlah wartel dengan santri memang tidak berimbang yaa.. Belasan bilik wartel bukan tandingan ratusan santri yang sedang merindu pada orangtuanya. 

Bahkan dulu Adek sempat bilang, dia tidak sabar menghadapi antrian yang mengular. Dek, semoga saja Ramadan kali ini, doa Ibu diijabah Allah yaaa... Adek bisa mudah melalui antrian santri lainnya, sehingga bisa sering-sering telpon Ibu. Aamiin....  *duh lah meweeek lagi 😒





Untuk para ibu lainnya yang saat ini juga menghadapi hal yang sama, dimana anak-anak sudah tumbuh besar dan harus merantau demi menuntut ilmu dan bekerja, semoga hal-hal kecil yang Ibu BocahRenyah lakukan ini bisa disetujui. Boleh juga jika punya saran dan pendapat agar kita sebagai orangtua yang saat ini berjauhan dengan anak-anak, bisa menguatkan hati dan punya aktivitas yang selalu penuh manfaat.

Jika anak-anak jauh di mata demi menjangkau jannah kelak, Ibu penginnya juga bisa melakukan banyak hal bermanfaat yang paling tidak mendekati ikhtiar yang dilakukan Kakak dan Adek. 

19 comments:

  1. Aku belum ngalamin anak2 sekolah jauh nih mba. Krn msh sekolah di sekolah biasa. Tapi dulu aku sendiri sejam smu udh jauh dr rumah sekolahnya, jadi sedikit banyak paham lah yg dirasakn ibu kalo jauh dari anak2. Saat bisa menelpon memang bahagiaa pasti , bisa mendengar suara mereka πŸ˜„

    ReplyDelete
  2. Kalau anak-anak sudah besar dan sekolah di pesantren yg jauh, memang terjadi sindrom sarang kosong ya, Mbak. Seorang ibu emang gitu, mikir nanti anakku makan apa? Cukup kah makanan berbukanya? Dan lain-lain. Kangen beneran ya jadinya.

    ReplyDelete
  3. Aku sampe sekarang gak bisa ninggalin anak2 jauh mbak. Kuliah aja lebay bgt video call melulu. Ahaha. Apalagi di pesantren yg terkadang gak boleh bawa hp.

    ReplyDelete
  4. huaaa mbak, aku kok jadi ikutan melow membayangkannya. Puasa tahun ini si Kakak juga memilih untuk menjalani di rumah budhenya di Klaten, walau masih ada 2 anak yang puasa di rumah, kadang sedih juga karena nggak ada kakak di rumah.

    ReplyDelete
  5. Kebayang kangennya Mbak Nik pada anak-anak tak sabar ya pada pulang sebentar lagi untuk merayakan lebaran dan berkumpul sekeluarga..

    ReplyDelete
  6. Saya belum mengalami hal begini. Tapi, anak pertama sejak kuliah tuh pulangnya suka gak tentu. Jadinya gak selalu buka puasa di rumah. Pernah juga sahur pun dia gak di rumah. Memang jadinya berasa ada yang beda.

    ReplyDelete
  7. Mbak Uniek, baca ini jadi ingat ibuku yang memikirkan hal yang sama bahkan ketika anaknya sudah berkeluarga. Ibuku masih mikir anaknya makan apa ya, enak ga, trus setiap kali anaknya mau pulang langsung deh seprei ganti baru, kamar dibersihkan lebih ekstra. Masya Allah ... kasih sayang ibuuuu

    ReplyDelete
  8. Hiks jadi melow mbak.. aku pun kalo pas buka mbatin kakak di pondok makan apa ya. Rnak ga menunya..kakak sehat ga ya? Paling2 cuma bisa memeluk rindu dalam doa semoga anak2 lancar puasa dan ibadahnya di pondok. Sehat2 buat anak2nya mbak niek ya tetep insyaallah minggu depan udah waktunya dijemput kan ya

    ReplyDelete
  9. Sejak memutuskan punya anak, aku selalu menanamkan dalam diriku "anakku bulan milikku." Mungkin karena aku anak yang pergi jauh dari rumah yaaa...jadi aku merasa jg harus siap kalau anak2 jg akan pergi. Tapi paham banget sih yg dirasakan mb Unik...dan aduuuh, seumpama aku anak-anak mb unik, aku bakalan mbawang baca ini.

    ReplyDelete
  10. Mbak. Peluk dari jauh. Jadi mewek bacanya. Gini ya rasanya kalau anak-anak sudah besar dan meraka harus merantau. Duh aku nanti kuat gak ya? Kayak gini rasanya Ibuku waktu tak tinggal kerja dan kos di Bandung. Beliau rajin ngasih makan anak2 kos di sekitar rumah. Kata Beliau biar saya sering dikasih makan juga sama orang, eh tapi bener juga loh. Selama aku merantau sering sekali di kasih makan orang. Ada saja pokoknya.

    ReplyDelete
  11. Kebayang ini kangennya Ramadan bersama keluarga, terutama anak-anak ya mbak. Melakukan kegiatan selama Ramadan juga bisa jadi obat kangen sama anak-anak. Semoga bisa segera berkumpul bersama ya mbak Uniek.

    ReplyDelete
  12. Aduh, aku belum ngalami anak sekolah jauh, baru anak sulung ada plan tahun ini masuk kuliah. Belum tahu lolos atau tidak yang di luar kota, semoga saja diberikan yang terbaik. Aku baca kegiatan Mak membersihkan kamar anak kok brebes mili yaaa..soalnya aku selalu mengunjungi kamar anak saat anak sekolah

    ReplyDelete
  13. Pelukan ama ka Uniiiek..
    Rasanya Ramadan kali ini kami juga merasa ada yang berbeda karena kakak officially jadi santri. Rasanya bangga, terharu dan mashaAllaa.. Allah mudahkan kakak buat menerima kondisinya saat ini yang mungkin awalnya masih banyak banget tantangan yang harus kaka lalui.

    Tapi sejak kaka masuk pesantren, aku jadi belajar banyak, ka Un..
    Jadi memang pola pikir, pendapat dan keputusan santri itu jauh berbeda ketika hidup bersama orangtuanya.

    Barakallahu fiikum, teruntuk para orangtua dan anak-anak yang sedang berjihad di jalan Allaah.. Semoga kita semua bisa menggapai jannahNya bersama. Aamiin~

    ReplyDelete
  14. Sabar ya buuuu nanti lebaran insyaAllah kumpul2 yaaa.
    Begitu ya rasanya saat anak2 udah meninggalkan rumah semua huhu, perasaan tak menentu.
    Jadi tahu juga gmn perasaan ortu dulu ya mbak.
    tapi emang ada sisi positif bisa maksimal ibadahnya insyaAllah yaa.

    ReplyDelete
  15. Kebayang sih rasa kangennya kek gimana. Tiap momen kebersamaan jadi terasa berharganya ya. Eh, tapi nanti lebaran pasti libur dan pada pulang kan?
    Mbak, ini anggap aja latihan karena suatu hari kelak kakak sama adek akan menikah dan punya keluarga masing-masing. EMAAP MALAH BIKIN TAMBAH MELLOW :((

    ReplyDelete
  16. Barakallah Mba Un
    Saya sendiri mungkin akan merasakan hal tersebut nanti
    Sekarang masih riweuh sana sini ngurusin balita
    Bahkan kadang mikir shalat-ku khusyu apa enggak karena was was si bungsu jatuh atau gimana

    ReplyDelete
  17. Mungkin seperti ini yg ibu sy rasakan ketika sy dan adik2 sy merantau utk bekerja. duh jd terharu

    ReplyDelete
  18. Sepi ya Mak rasanya tanpa mereka di rumah apalagi saat Ramadan tuh tradisinya beribadah bareng keluarga. Tapi aku yakin kalau udah jalannya begini pasti tetep ada kemudahan berkah yang mungkin nggak terlihat tapi terasa di hati.

    ReplyDelete
  19. Kebayang gimana kangennya Mbak Uniek dengan anak-anak. Apalagi saat Ramadan ya. Sahur buka, biasa ada anak-anak, ini gak ada. Tapi kudu kuat dan khlas, demi masa depan anak-anak. :)

    ReplyDelete